Bule Prancis ke Indonesia

Desember 06, 2017


Celine (bukan nama sebenarnya) adalah mahasiswi biasa di sebuah kota di Perancis. Dia mengambil spesialisasi budaya internasional di Universitas setempat, mungkin sembari diam-diam menyimpan kegalauan yang dia tidak mengerti, kenapa juga dulu dia mengambil jurusan itu??

Sebagai seorang gadis muda, perawakannya juga biasa (untuk ukuran orang sana), rambut pirang ikal acak-acakan, selera berpakaian standar mahasiswi umum, wajah polos tanpa riasan, kebandelan yang masih taraf normal. Rutinitasnya pun nggak ada yang istimewa, berangkat ke tempat kuliah pagi-pagi, mendengarkan  dosen di sebuah ruang perkuliahan model amphitheater, sesekali ke perpustakaan, dan kalau ada waktu pergi bergaul dengan teman-teman, entah di klub malam atau sekedar ngopi-ngopi. Ngobrol sepuasnya sembari mengeluhkan banyak hal dalam hidup.

Untuk mengumpulkan uang saku, Celinepagi-pagi buta sudah datang ke cafe tempatnya bekerja, mulai mengatur meja kursi, bersih-bersih, merapikan tempatnya sebaik-baiknya demi upah beberapa Euro. Semacam pelayan di restoran-restoran. Lumayan bila terkumpul duitnya. Bisa dipakai untuk biaya liburan musim dingin.

Prancis terkenal akan Universitas-universitas yang mempelajari negara-negara asing. Bahkan ada sebuah Universitas terkenal menyelenggarakan program khusus untuk mempelajari masyarakatnya. Konon didirikan oleh Napoleon Bonaparte sendiri dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik manusia di negeri-negeri yang akan dijajah. Sebagai pengetahuan, Indonesia pernah masuk dalam koloni Prancis. Sebelum direbut kembali oleh Belanda.

Menjelang akhir semester, kebanyakan Universitas mengharuskan mahasiswanya "terjun langsung ke lapangan", mahasiswa yang beruntung bisa memilih tempat di daerah yang mereka mau, atau yang "kurang" beruntung suka nggak suka ditunjuk untuk pergi ke daerah yang sudah ditentukan.

Celine termasuk yang kurang beruntung itu. Dia mendapat daerah di Jawa, Indonesia!

Lemaslah dia. Dimana itu?

Oh, merde. Aku ingin ke tempat yang lebih kukenal, lebih metropolis...

Mengeluh. Dan menjelang detik-detik keberangkatan, dia penasaran. Orang-orang di Jawa itu seperti apa?? Memang dia pernah melihat beberapa mahasiswa Indonesia di kota ini. Mereka (tampak) beradab.😂 Tapi bukankah dia akan diterjunkan di daerah, bukan kota?

Mau protes, mau nangis, Universitas pasti nggak bergeming. Jadi the show must go on.

Celine pun berangkat dengan gontai ke negeri yang belum bisa dia bayangkan itu. Barangkali sepanjang 12 jam perjalanan di pesawat dia mulai merindukan rutinitas di kampung halaman, walaupun itu hal-hal kecil seperti saat jadi pelayan di restoran.

Bulan demi bulan berlalu.

Tidak ada yang terlalu memikirkan bagaimana kondisi Celine di negara asing nan buas. Terlebih teman orang Indonesianya di Universitas!  #lha, iyalah, apa sih yang musti dikhawatirin gitu lho!.

Suatu hari salah seorang teman (dan teman sesama pelayan-nya Celine),  iseng membuka-buka sosial media. Dia kaget melihat upload foto-foto dari gadis itu. Saya pun disuruh mengintip.

Di tengah sawah (Simon Bardet -pixabay) 

Saya melihat di foto-foto tersebut, Celine tampak sumringah sekali. Dia berada di sebuah tempat (tampaknya di daerah Jawa), dengan sawah yang luas. Ia memakai kaca mata hitam, kaus lengan pendek, celana jins, rambutnya yang ikal pirang diikat ke belakang, berjalan di tengah-tengah sawah.

Yang membuat saya ternganga, gadis itu diikuti oleh....sekumpulan penduduk setempat!

Mereka mengaraknya seperti ondel-ondel, dengan tatapan penuh kekaguman. Dan puncak dari daya tarik foto-foto itu adalah saat...Celine  dimintai tanda tangan!

Tawa kami pun pecah berhamburan. Ini beneran seperti di drama-drama televisi. Dari kacung pelayan jadi bintang film!

Yah. Paling tidak, hal yang positif, gadis itu aman disana. Kalau yang kulihat, dia tampak bahagia sekali. Sangat sangat bahagia.  Mungkin orang asing seperti dia jarang merasa dihargai sampai sedemikian rupa, hingga dia tiba di negara eksotik ini.

Saya tersenyum setiap kali mengingat itu. Sembari bertanya-tanya kepada rumput yang bergoyang, 

Kenapa kita bisa jatuh ke taraf pemujaan yang sedemikian itu dengan orang asing (kaukasian khususnya), ya?

Bila tidak ada rasa pemujaan pun terkadang yang hadir malah kebencian atau prasangka yang seringkali begitu ekstrim. Padahal sama-sama manusia juga. Bisa nyenengin. Bisa nyebelin. Bisa jahat. Bisa baik. Bisa meloya. Bisa terpuruk. Dan yang kadang kita lupa : mereka juga punya perasaan.

Saya pernah mengalaminya sendiri, saat berjalan ditempat umum di Indonesia.

Saat itu saya berpas-pasan dengan kenalan pria Prancis, yang tampilannya cukup menyolok, tinggi besar dan fesyen cukup necis. Setelahi bersopan-santun sejenak (masih sangat standar ketimuran), kami berjalan bersama-sama, karena kebetulan tujuan kami satu arah. Nah, di sepanjang jalan ramai, saya mulai merasa ditatap dari kiri kanan dengan pandangan yang tidak biasa.

Mereka menatap ke wajah si pria, lalu balik lagi ke diri saya. Ketika balik ke saya itulah para penatap (wanita) melihat lamaaa ...dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun.

EH?EH? Apa maksudnya..apa maksudnyaaa? 😱*keringat dingin besar-besar pun pelan-pelan mulai membanjiri kuduk*

Apalagi bila orang asing itu tampangnya nggak jelek, seringkali heboh.

Betapa mereka tampak seperti satu-satunya cake yang terhidang diatas meja ketika semua orang terlambat datang ke sebuah pesta.

Memang segala bentuk pemujaan kepada orang asing nggak merugikan. Tapi bagaimana, ya?  Pengalaman pertama memang menyenangkan, namun lama kelamaan hal itu akan mengubah seseorang juga, yang awalnya biasa-biasa saja.  Mereka tidak akan sama lagi.

Kalau di cerita sejarah, hal-hal seperti inilah menimbulkan jurang perbedaan antara Belanda totok dan Belanda VOC. Dimana Belanda totok terkenal memandang sebelah mata Belanda VOC yang berbeda dalam etos kerja dan perilaku.

Pelayan restoran (Mircea from pixabay)

Saya tidak mendengar kabar lagi tentang Celine. Apakah pengalaman di Indonesia akan mengubah dia?

Moga-moga saja menginspirasi,  saat dia kembali ke kehidupannya yang demikian bersahaja. 

Sebelum kuliah, menyempatkan berbersih-bersih meja cafe di pagi-pagi buta, dalam kondisi kursi-kursi masih sedikit membeku. Mengumpulkan euro demi euro, agar bisa berlibur di tempat dimana sinar matahari bersinar lebih hangat.  

Apakah saat itu ia akan mengingat kembali, bahwa nun jauh di negeri seberang ada sekumpulan orang-orang ramah yang menyukainya, menyambut hangat, menganggapnya istimewa?

Karena bagi mereka, ia sudah tampak luar biasa.

====

Punya cerita yang sama? Apa pendapatmu tentang orang asing ke Indonesia?

Gambar fitur : Katyveldhorst dari Pixabay

You Might Also Like

8 comments

  1. Mungkin karena orang asing lebih enak dilihat, jadi pengen kenal lebih dekat, jadi kemana-kemana diarak hihi

    BalasHapus
  2. Pendapat saya ada sebagian org asing yang hidupnya lebih baik di Indonesia, karena mungkin dr segala kebutuhan hidup lebih murah. Tapi terlepas dari itu saya suka kalau misalnya melihat org asing kyk dr Jepang dll yang ulet2 itu, bikin makin semangat utk kerja lbh keras lg :D

    BalasHapus
  3. Hastira12/09/2017

    wah karena mereka tampak keren kali ya, banyak yang terlalu muja2. Dan oanga sing suak dengan kita karena keramahannya, mungkin ini di desa ya, kalau di kota sih kadang sudah banyak yang kurang ramah

    BalasHapus
  4. Orang asing seperti orang jepang yang menurutku ulet sekali buat bekerja dan sangat menghargai orang lain. Tapi banyak juga orang Indonesia yang memiliki karakter pekerja keras dan bersahaja. Yang baik kita tiru, yang jelek harus dibuang

    BalasHapus
  5. Kalau wna ke Indonesia secara jadi artis karena di bbrp kota tertentu kan memang jarang lihat bule, tp coba klo di Bali karena sdh banyak ya jadi biasa aja :D . Semoga Celine ketemu jodoh di Jawa heh ;) .

    BalasHapus
  6. Wah berarti Indonesia masih belum begitu dikenal oleh orang-orang di negara lain.
    Salam kenal dari Lombok…

    BalasHapus
  7. 2 tahun lalu keponakan kami (cewek) menikah dengan orang Perancis. Hyaaah langsung hebohlah keluarga, smp kemudian kakak kami memberikan petuah bahwa kami harus biasa2 saja seperti ketika kami menerima keluarga2 besan yg lain. Kami nggak boleh “ndeso” wkwkwkwk. Kebetulan keluarga besar suaminya datang semua di hari pernikahan. Ya mereka harus menginap di kampung kakakku, nggak ada keistimewaan. Acaranya juga biasa, ngundang orang kampung dll. Alhamdulillah keluarga besan humble & ramah banget. Kami (keluarga & tetangga) bisa jaim, nggak heboh. Yg norak malah teman2 keponakan kami. Pada caper sama bule2 itu, mungkin krn masih muda ya, ngarep dpt kenalan bule. Heheheee…. Skrg keponakan kami sudah tinggal di Perancis & kuliah S2 disana.

    BalasHapus
  8. Wkwkwkwkw sumpah aku ngakak, tp sbnrnya miris melihat segitunya orang kita memuja para orang kulit putih itu :D. Gosh....

    Buatku, ya mereka sama aja kyk kita. Aku ketja di bank asing, yg mana nasabah bulenya banyak banget. Ada yg berpendidikan, tau tata aturan bank, tp ada juga yg tingkah kyk okb, ga ngikutin rules and regulation di bank.. Samaaa kayak bbrpa orang kita :D. Jd kitanya yg hrs tegas. Kalo memang mereka yg salah, ya jelasin dgn tegas kalo yg diminta ga bisa dipenuhi. Terserah mau nurut, ato ga. Silahkan close account kalo memang ga setuju dengan aturan berbanking dgn kita :D

    BalasHapus

Tiada kesan tanpa pesan, mari tinggalkan jejakmu di sini!^^ (komentar akan di moderasi dulu)