The Lost Year

Juli 24, 2023


Salah satu tantangan ketika seorang perantau back for good (apalagi yang terlalu lama tinggal di luar), adalah bagaimana memenuhi hutang untuk "tahun-tahun yang hilang".  Terutama bagi keluarga, teman, dan lain-lain.

Apalagi saat di jaman sebelum media sosial. Dimana orang nggak seintens itu mengupdate tentang kondisi dirinya hari perhari.

Yang saya ingat, saat kembali ke habitat setelah pulang dari Prancis, adalah bagaimana orang banyak "berubah". Terutama teman-teman yang pernah kenal baik.  

Sebagai contoh,  cukup lama saya baru kembali ke sebuah "lingkungan". Ingatan yang saya bawa tentang lingkungan itu terasa masih seperti saat ditinggalkan dulu. Orang-orangnya seru. Tidak berjarak. Nice memory itu tertanam dalam di benak. Ibaratnya "those were the days..". 

Namun setelah bertahun-tahun, lingkungan yang saya bayangkan itu ternyata tidak sama lagi. Orang-orang yang saya kenal ada yang sudah pergi, yang tersisa sudah banyak berubah.  Beberapa masih mengingat saya dan masih sangat ramah, tapi ada juga yang begitulah. Rasanya campur aduk, tapi ya musti maklum. Mungkin banyak yang sudah mereka alami dan tentunya saya nggak tahu. People change. Saya juga.

Bagaimanapun masih bersyukur, karena dulu saat ada di Eropa saya nggak jatuh 100% ekstrim tidak mau bergaul atau memutuskan hubungan dengan lingkungan tanah air (ada kondisi nggak bisa juga wkwk). Karena banyak mereka yang memutuskan demikian supaya bisa berbaur dengan masyarakat asing. Istilahnya burn the bridge. Merasa kayaknya, "ah, gue nggak mau balik lagi deh ke Indonesia." Kebayang nggak,  kalau telah memilih seperti itu lalu tiba-tiba harus back for good. Sudah harus berjuang dengan reverse culture shock, ditambah semua orang sudah melupakan kita atau malah ogah ketemu karena merasa dulu kita yang menolak berkomunikasi. 

Baca : Gegar Budaya Balik


Yang saya lakukan selanjutnya, mungkin mirip seperti tokoh Adam Sandler di 50 First Date. Ia tiap kali memberitahu tokoh yang diperankan Drew Barrymore untuk ingat siapa dirinya, kenal dimana, dsb. Walaupun ada beberapa orang kawan yang mulai menjauh, saya nggak memaksa,  pelan-pelan saja mencoba untuk mengingat masa lalu atau sekedar mencari tahu, what really happened during the lost year. Supaya bisa reconnect hingga mencoba memahami mengapa seseorang menjadi seperti sekarang. Dan saya senang saat jika ada orang-orang yang bisa membantu menemukan benang-benang merah itu.

Demikianlah liku-liku perjuangan dalam bersosialisasi dari orang yang bertahun-tahun lamanya pergi jauh. Ada harga yang memang perlu dibayar, untuk mendapatkannya sesuatu kembali. Apalagi bila engkau mau tidak mau musti berkecimpung di lingkungan yang pernah ditinggalkan. Rasanya seperti pelukis yang harus tekun menambahkan detil demi detil warna, berdasarkan informasi yang ada. Sedikit demi sedikit. Sabar mengamati. Sampai akhirnya bisa mendapat gambaran kesuluruhan yang lebih jelas.

Apapun hasilnya, harapannya dapat membuat saya semakin mengerti. Karena diri saya mirip seseorang yang meninggalkan anak kecil, lalu bertemu saat ia besar. Kontras pertumbuhan lebih mengejutkan, ketimbang mereka yang bisa menyaksikan anak itu setiap hari. 

Menjadi saksi bagaimana kencang perubahan yang bisa diberikan kehidupan kepada seorang manusia.

===

Apakah kamu pernah mengalami hal yang sama, lama pergi dari kampung halaman lalu ketika kembali sadar bahwa banyak orang yang kamu kenal sudah jauh berubah?


Gambar diambil dari pixabay dan 50 First Date



You Might Also Like

0 comments

Tiada kesan tanpa pesan, mari tinggalkan jejakmu di sini!^^ (komentar akan di moderasi dulu)